Tuesday 2 September 2008

SINGKIRKAN SYETAN-SYETANMU




Syeikh Abdul Qadir Al-Jilani


Rasulullah Saw. Bersabda:

“Singkirkan syetan-syetanmu dengan ucapan Laailaaha Illallah Muhammadur-Rasulullah, karena syetan itu diikat dengan kalimat itu sebagaimana kalian memembebani derita untanya dengan banyaknya tumpangan dan beban-beban yang dipikulnya.”



Singkirkan syetan-syetanmu dengan ikhlas dalam ucapan Laailaaha Illallah, bukan sekadar ucapan verbal. Karena tauhid itu membakar syetan Jin dan syetan manusia, karena tauhid adalah neraka bagi syetan dan cahaya bagi orang yang manunggal (tauhid) pada Allah. Bagaimana kamu mengucapkan Laailaaha Illallah sedangkan dalam hati kamu banyak Tuhan?

Segala sesuatu yang kamu jadikan pegangan dan kamu kamulkan selain Allah, maka sesuatu itu adalah berhala kamu. Tauhid verbal (ucapan) tidak ada artinya jika qalbu kamu musyrik. Tidak ada artinya menyucikan fisik sedangkan hati tetap najis.

Orang bertauhid itu menepiskan syetannya, sedangkan orang musyrik malah diperdaya oleh syetannya. Ikhlas adalah isi dari ucapan dan perbuatan, karena tanpa keikhlasan ucapan hanyalah kulit belaka, tanpa isi, yang tidak layak melainkan neraka belaka. Dengarkan ucapanku dan amalkan, karena mengamalkannya bisa mematikan neraka tamakmu dan menghancurkan duri nafsumu. Janganlah kamu datangi suatu tempat yang bisa mengobarkan api watakmu yang bisa merobohkan rumah agama dan imanmu, dimana watak nafsu dan syetan berkobar lalu menghapus agama, iman dan yaqinmu. Karena itu jangan kamu dengarkan ucapan mereka yang munafik yang penuh dengan kepura-puraan penuh dengan retorika keindahan. Nafsu itu senang dengan gaya seperti itu, seperti adonan roti yang masih mentah tanpa garam yang malah bisa merusak perut dan membuat hancur se-isi rumah.


Pengetahuan itu diambil dari ucapan para tokoh. Diantara para tokoh itu ada tokohnya Allah Azza wa-Jalla. Mereka adalah kaum Muttaqin, yang hatinya meninggalkan dunia, yang menjadi pewaris, dan yang ahli ma’rifat, mengamalkan ilmu dengan ikhlas. Dan segalanya tanpa ketaqwaan hanyalah sia-sia dan batil.


Kewalian itu hanya bagi orang yang taqwa di dunia dan di akhirat. Seluruh fondasi dan bangunan, dunia dan akhirat dari jiwa mereka. Sesungguhnya Allah mencintai hamba-hambaNya yang taqwa dan berbuat kebajikan, yang sabar. Manakala kamu punya intuisi yang benar, pasti kamu akan mengenal mereka, mencintai mereka dan mensahabati mereka.

Intuisi itu benar manakala dicahayai oleh kema’rifatan kepada Allah dalam hati. Karena itu jangan berpijak pada intuisi-mu jika belum ditimbang dengan ma’rifatullah Azza wa-Jalla, hingga jelas benar informasi mengenai kebenaran dan kebajikan.

Tutuplah matamu dari perkara yang haram, dan kendalikan dirimu dari syahwat, lalu kembalikan dirimu pada makanan yang halal, serta jagalah batinmu dengan muroqobah kepada Allah Azza-Wajalla, lahiriyahmu mengikuti jejak Sunnah Nabi saw. Maka intuisimu akan benar dan layak, benar pula ma’rifatmu kepada Allah Azza wa-Jalla Akal dan hatimu kamu didik. Sedangkan watak dan nafsu serta kebiasaan sehari-hari yang buruk,

tidak bisa dididik dan tidak ada kemuliaannya.

Anak-anak sekalian…Belajarlah dan ikhlaslah, hingga kamu bersih dari duri kemunafikan, lalu ikatlah. Carilah ilmu karena Allah Azza wa-Jalla, bukan demi kepentingan makhluk dan dunia.

Tkamu kamu mencari ilmu karena Allah Azza-wa-Jalla, adalah rasa takut dan gentarmu dari Allah ketika perintah dan laranganNya tiba, dan kamu sangat fokus di sana, merasa hina di hadapanNya, tawadlu terhadap sesama namun tanpa kepentingan pada mereka, sama sekali tidak berharap dari apa yang menjadi milik mereka.

kamu malah harus bersedekah karena Allah Azza wa-Jalla dan konsisten. Karena shadaqah yang diberikan bukan karena Allah Azza-wa-Jalla adalah musuh, dan berpijak pada tindakan seperti itu akan musnah. Pemberian yang motivasinya bukan karena Allah adalah kegagalan.



Nabi Saw, bersabda:


“Iman ini ada dua bagian; sebagian sabar dan sebagian lagi syukur.”

(Hr. As-Suyuthy dari Anas ra)


Bila kamu tidak sabar atas derita, tidak syukur atas nikmat, maka kamu belum beriman. Karena hakikat Islam adalah Istyislam (pasrah diri total pada Allah).

Ya Allah hidupkan hati kami dengan tawakkal kepadaMu, dengan taat dan dzikir hanya bagiMu, dengan berserasi padaMu, dengan Tauhid hanya bagiMu.

Kalau bukan karena tokoh-tokoh Allah di muka bumi yang ada di hatimu, pastilah sudah hancur kalian semua. Sebab Allah azza wa-Jalla mengalihkan adzabNya, karena doa mereka itu. Rupa Nabi memang sudah tiada, namun maknanya senantiasa abadi sampai kiamat. Bila tidak, bagaimana mungkin senantiasa ada 40 tokoh Ilahi yang senantiasa muncul di muka bumi? Dimana hati mereka ada makna-makna nubuwwah, hatinya seperti satu hati dari para Nabi. Diantara mereka ada Khalifah Allah dan rasul-rasulNya di muka bumi, yaitu para Ulama yang menggantikan sebagai pewaris Nabi.

Nabi Saw bersabda:

“Para Ulama adalah pewaris para Nabi.” (Dikeluarkan oleh Ibnu Majah, Abu

Dawud, dan Ibnu Hajar).



Merekalah pewaris, penjaga, baik tindakan maupun ucapan. Karena ucapan tanpa tindakan sama sekali tidak menyamainya, dan itu hanya pengakuan-pengakuan belaka tanpa bukti, sama sekali tidak sama
(tidak berhak menykamung pewaris).

Anak-anak sekalian, aku jelaskan agar kalian memegang teguh Kitab dan Sunnah serta mengamalkan keduanya, ikhlas dalam beramal.
Aku melihat Uama-ulama kalian bodoh-bodoh. Yang kamu anggap zuhud malah memburu dunia, berserah diri pada makhluk, namun alpa pada Al-Khaliq Azza wa-Jalla. Percaya pada selain Allah Azza wa-Jalla adalah penyebab laknat. Nabi saw, bersabda:


“Dilaknati! Dilaknati! Makhluk yang kepercayaannya pada makhluk sesamanya”.

Sabdanya pula:

“Siapa yang menggantungkan rasa butuhnya pada makhluk maka dia menjadi hina.”


Sungguh! Bila kamu keluar dari makhluk maka kamu akan bersama Sang Khaliq Azza wa-Jalla, Dia Yang Maha Tahu apa yang membahagiakanmu dan mencelakakanmu. Bedakan apa yang membahagiakan bagimu dan apa yang bagi orang lain.


Hendaknya kamu tetap teguh dengan langgeng di pintuNya Azza wa-Jalla, dan memutuskan dunia dari hatimu, maka kamu bakal menemukan kebajikan dunia dan akhirat. Dan hal demikian tidak bisa sempurna, ketika makhluk dan riya’ ada di hatimu, yang lain dan segala selain Allah Azza wa-Jalla tetap di hatimu, maka tak bisa dinilai sedikit pun hati kamu.
Jika kamu tidak sabar kamu tidak bisa beragama, tidak ada modal bagi iman kamu.
Nabi saw, bersabda:


“Sabar itu bagian dari iman, seperti kepala bagi fisik tubuh”

(H.r. Al-Hindy dan al-Iraqy).



Makna sabar, berarti kamu tidak pernah mengeluh, tidak bergantung pada sebab akibat dunia, dan tidak membenci cobaan, juga tidak senang hilangnya cobaan. Seorang hamba ketika tawadlu karena Allah Azza wa-Jalla saat fakir dan sangat butuh, dan ia sabar bersamaNya untuk mengikuti kehendakNya, tidak tidak congkak dengan sifat-sifatnya, lalu meraih pencerahan dalam ibadah di tengah kegelapan, berusaha dengan pkamungan mata kasih sayang, maka Allah akan mencukupinya dan keluarganya dengan kecukupan tiada terduka.

Allah swt berfirman:


“Siapa yang bertaqwa kepada Allah maka bakal diberi jalan keluar, dan diberi rizki yang tak terhingga.” (Ath-Thalaq 2).



kamu ini seperti tukang bekam yang mengeluarkan penyakit orang lain, sedangkan dirimu penuh penyakit yang tak bisa kamu keluarkan. Saya melihat kamu semua sepertinya bertambah ilmunya secara lahiriyah, namun secara batin malah tampak tolol.


Dalam kitab Taurat disebutkan: “Siapa yang bertambah ilmunya, maka bertambahlah sedihnya.”

Sedih apakah itu? Sedih karena takut kepada Allah dan rasa hina di hadapanNya maupun merasa hina dibanding hambaNya. Carilah ilmu, manakala kamu tidak berilmu. Jika kamu berilmu tapi kamu tidak mengamalkan, dan tidak ikhlas mengamalkannya, tidak punya adab dan husnudzon kepada para Syeikh, bagaimana akan datang pengetahuan padamu? Hasratmu malah dunia, dalam sekejap dunia akan menjadi hambatan besar antara dirimu.


Dimana posisimu diantara para hamba Allah yang hasratnya hanya satu, muroqobah kepada Allah dalam jiwanya sebagaimana mereka menjaga badannya. Mereka membersihkan qalbunya, sampai paripurna, hingga hasratnya terkekang dengan sendirinya. Di hatinya tidak ada lagi hasrat, kalau toh pun masih ada hasrat, maka hasrat itu adalah menuju Allah Azza-wa-Jalla, mendekat kepadaNya, dan mencintaiNya saja.

Ada kisah Bani Israil yang ditimpa musibah dahsyat. Lalu mereka berkumpul menemui salah satu Nabi mereka. Mereka mengatakan, “Berilah kami berita apa yang diridloi oleh Allah Azza wa-Jalla, hingga kami bisa mengikutiNya, dan menjadi penyebab hilangnya cobaan ini dari kami.”


Lalu sang Nabi itu memohon kepada Allah Azza-waJalla. Maka Allah Azza wa-Jalla memberikan wahyu padanya, “Katakan pada mereka, “Jika kalian hendak meraih RidloKu, maka ridlolah pada orang-orang miskin. Jika kalian ridlo pada mereka maka Aku pun ridlo. Namun jika kalian membenci mereka, Aku pun benci padamu…”

Hai dengarkan orang-orang berakal. Kalian semua terus menerus membenci orang-orang miskin, sementara kalian menginginkan ridlo Allah Azza
wa-Jalla. Apa yang kalian dapat dari ridlo-Nya? Bahkan kamu terbalik-balik dalam kebencian Allah Ta’ala. Pegang teguh atas ucapanku yang keras ini, kalian pasti bahagia.




Teguh itu akan menumbuhkan pohon. Namun, sepanjang kamu tidak lari dari ucapan para syeikh, peringatan kerasnya, tetapi kamu malah membutakan diri dari bencana-bencana. Dari mereka datang padaku, tapi saya diam, namun kamu tidak sabar terhadap ucapan mereka itu. Kamu ingin bahagia, tapi tidak kamu dapatkan. Ingin kemuliaan, tapi tidak kamu jumpai. Kamu tidak bahagia manakala kamu tidak berserasi dengan takdirNya, baik yang indah maupun yang pahit, disamping berguru pada para syeikh dengan menghilangkan kecurigaan menurut emosi kamu. Hendaknya pula kamu mengikuti jejaknya dalam berbagai situasi dan kondisi, maka kamu dapatkan kebahagiaan dunia akhirat.

Pahamilah apa yang kusampaikan ini. Faham saja tapi tidak mengamalkan tidak sama sekali disebut faham. Namun mengamalkan tanpa keikhlasan, sungguh merupakan ketamakan. Thama’ (Tha’ Mim ‘Ain) semua hurufnya kosong bolong. Orang awam tidak mengerti apa yang kamu buka. Kamu mengajarkan kepada mereka hingga mereka hati-hati padamu.


Jika kamu sabar bersama Allah azza wa-Jalla, pasti kamu akan tahu keajabian-keajaiban dari Kemaha lembutanNya. Nabi Yusuf as, ketika sabar dalam deritanya dan diperbudak, dipenjara dandihina, namun berselaras dengan tindakan Tuhannya Azza wa-Jalla maka ia malah sukses dan menjadi raja. Allah mengalihkan dari kehinaan menjadi kemuliaan, dari kematian menuju kehidupan.Begitu juga kamu, jika mengikuti syariat dan kamu sabar bersama Allah azza wa-Jalla, kamu takut padaNya, berharap padaNya, dan kontra pada nafsu kamu, syetan kamu, kesenangan kamu, kamu pun akan berpindah dari situasi saat ini, dari situasi yang kamu benci menuju situasi yang kamu sukai. Karena itu seriuslah dan berjuanglah. Karena perjuangan itu melahirkan kebaikan. Siapa yang bersikeras dalam perjuangannya maka akan meraihnya. Berjuanglah untuk makan makanan halal, karena bisa mencahayai hati kamu dan mengeluarkan dari kegelapan hatimu. Akal yang paling berguna adalah yang mengenalkanmu pada nikmat Allah azza wa-Jalla dan menempatkan dirimu pada posisi syukur padaNya, membantumu untuk berkenalan dengan nikmat dan kriterianya.

Anak-anak sekalian…Siapa yang mengenal dengan mata yaqin, bahwa Allah Azza wa-Jalla telah membagi semuanya dan sudah tuntas pembagian itu, malah ia malu untuk memintaNya. Ia lebih senang sibuk berdzikir padaNya, tidak ingin meminta dipercepat bagianNya, dan tidak menginginkan yang diberikan pada yang lain. Perilaku mereka malah sembunyi, diam, dan beradab yang bagus serta meninggalkan kontra pada Allah Azza wa-Jalla.

Mereka tidak pernah mengadu pada makhlukNya, baik sedikit kebutuhannya maupun banyak. Menurutku mengeluh pada makhluk dalam hati pun, sudah dianggap berkeluh kesah dengan lisan. Secara hakiki tidak ada bedanya.

Hati-hati. Apa kamu tidak malu mencari sesuatu selain pada Allah Azza wa-Jalla, sedangkan Dia itu lebih dekat padamu dibanding lainNya. Kamu mencari sesuatu dari sesama, sesuatu yang tidak kamu butuhkan pada Allah Azza wa-Jalla. Padahal kamu sudah kaya raya, namun kamu masih mencari sesuap dari orang-orang miskin. Jika kamu mati baru kamu malu, karena cacatmu sudah tampak, tetangga-tetanggamu mencacimu.

Kalau kamu berakal, kamu mestinya meraih sejumput dari iman agar kamu bertemu Allah azza wa-Jalla dengan imanmu itu, apalagi kamu berguru pada orang shaleh, beradab dengan mereka melalui ucapan dan tindakan mereka, hingga ketika imanmu dan yaqinmu sempurna, kamu paripurna bersih menuju Allah Azza wa-Jalla hanya bagi Allah Azza wa-Jalla, dan Allah memberikan wilayah adab padamu, perintah dan larangan bagimu dari dalam hatimu.

Wahai penyembah berhala riya’ bagaimana kamu bisa mencium aroma taqarrub pada Allah Azza wa-Jalla, dunia dan akhirat!
Hai musyrik! Hai orang yang menghiba pada sesama dengan hatinya, palingkan dirimu dari mereka. Bahaya! Tidak ada gunanya, tak ada anugerah dan tak bisa menggagalkan pula.

Jangan sampai kamu mengaku bertauhid pada Allah Azza wa-Jalla dengan kemusyrikan pada hatimu yang terus menancap.

kamu tidak akan meraih apa-apa.

wamin Allah at Tawfiq





No comments:

Post a Comment