Tuesday 26 August 2008

Akulturasi Islam Dalam Dunia Pewayangan




sudah menjadi cerita bahwa dalam menyebarkan islam walisongo menggunakan berbagai macam media, ada yang media dakwah langsung, ada juga yang melalui akulturasi budaya islam kedalam budaya jawa

Penambahan yang dilakukan oleh walisongo dalam wayang
purwo, adalah, kalo diurut-urut manusia dan dewa merupakan anak turun
dari nabi Adam, meskipun keliatan maksa tapi itulah gambarannya.

Untuk memperkenalkan Ketauhidan maka meskipun ada dewa, dan bathara
guru merupakan rajanya dewa, tetapi ada yang lebih tinggi yang
bernama sang hyang Wenang, yang maha tunggal. Ceritanya sang hyang
wenang beranak sebuah telor, yang ketika pecah menjadi 3, Togog,
Semar dan Bethara Guru.

Semar dan Togog, berebut tahta kahyangan sehingga sang hyang wenang
kemudian membuat sayembara untuk menelan sebuah gunung. Togog tidak
berhasil bahkan mulutnya menjadi robek sangat lebar, Semar berhasil
menelan gunung tetapi tidak berhasil mengeluarkan sehingga pantatnya
menjadi bahenol. Atas peristiwa tadi sang hyang Wenang kemudian
mengutus Togog untuk menjadi punokawan kaum yang tersesat, untuk
mengingatkan kembali ke jalan yang benar (meskipun sering gagal),
Semar sebaliknya diutus untuk menjadi punokawan para ksatria, agar
mereka tetap terjaga integritasnya, sedangkan bethara guru yang
kemudian dinisbatkan jadi pemimpin tertinggi para Dewa.

Jelas Dewa dalam dunia timur bukanlah sosok yang superhero, yang maha
segalanya, karena mitologi penciptaan kosmologi di timur berbeda
dengan kosmologi orang arabt. Di Timur Kehidupan tercipta
dari keseimbangan antara kekuatan jahat dan baik, sehingga tidak ada
hegemoni kekuasaan di dalam agama dunia Timur, Makanya polytheisme
dalam pandangan mereka adalah sumber kehidupan itu sendiri. Karena
antara kekuatan jahat dan baik "bekerja-sama" untuk menciptakan
kehidupan. Kalau mau melihat representasi replika penciptaan
kehidupan, sekali2 mampir ke bandaranya Thailand yang Baru, mereka
mempunyai replika yang bagus sekali.

sebaliknya mitologi penciptaan kehidupan orang Semit menisbahkan pada
satu kekuatan Tunggal, sehingga konsekuensinya si jahat itu
subordinat terhadap yang maha Tunggal.

Wayang menjadi media bagi para wali untuk memperkenalkan Islam, salah
satunya di kembangkan oleh sunan kalijaga (kalai jawanya sunankalijogo).
Dalam para wali mengadaptasi cerita pewayangan yang memang sudah dikenal
oleh masyrakat Indonesia walaupun cerita tsb berasaldari negri india.

Hanya saja dari sisi cerita dan juga tokoh-tokoh dalam cerita,
dilakukan penambahan juga perubahan pada kepribadian para tokoh dan
alur cerita walau tidak merubah jalan cerita secara keseluruhan.

Penambahan tokoh panakawan seperti semar, petruk, gareng dan
astrajingga atau di sebut juga dengan nama seperti cepot, dawala dan
gareng. Tokoh semar dan anak-anak nya mempunyai cerita tersendiri yang
penuh dengan makna simbolis. Semar adalah seorang dewa yang sangat
sakti tapi kerena "kesalahan dan tugas" mengemban jimat layang
jamuskalimusada (ini katanya...simbol dari Qur'an) harus menjalani
hidup menyamar menjadi sosok laki-laki gemuk pendek berbadan hitam dan
bermuka putih dengan jambul putih. Dari sosok fisiknya pun merupakan
penggambaran simbolis dimana tubuh semar yang pendek tapi balance
besar depan belakang menggambarkan simbol keadilan dengan badan hitam
tapi muka putih berseta jmabul putihnya, dia merupakan tokoh yang
mewakili kepentingan rakyat harus diutamakan. Begitu penggambaran
terhadap tokoh2 utama semisal para tokoh pandawa.

Dalam cerita aslinya para tokoh pandawa ini tidak memiliki sisi
negatif artinya sebagai manusia digambarakan sempurna berbeda cerita
dalam para tokoh pandawa dalam pewayangan. Semisal Yudistira dikenala
sebagai raja yang arif bijaksana, tidak mudah marah tapi sangat
kencanduan berjudi sampai2 istrinya pun dijadikan taruhan dalam
berjudi. Selaian itu istri Yudistira yang bernama drupadi dalam cerita
aslinya bersuami lima orang (kelima kaka beradik pandawa) tapi
direvisi dalam cerita pewayangan oleh para wali karena tidak sesuai
dengan budaya bangsa kita yang "emoh" terhadap poliandri dan poligami.
Hanya saja tetap kasus poligami ditampilkan apa adanya karena para
wali mungkin berpikir poligami memang ada dalam sejarah umat Islam.
Kemudian tokoh Bima yang gagah perkasa tapi sayang nya
Bima ini adalah seorang yang kurang mampu menahan amarahnya
sehingga seringkali dia mendapatkan kesulitan karena sifatnya yang mudah marah.
Kemudian tokokh Arjuna di gambarkan sebagai sosok laki-laki super cakep
( tapi masih kalah sama Aa keanu;)
jago manah, sakti dan menjadi kesayangan para dewa hanya saja paling
tidak tahan dengan kerlingan wanita alias jadi playboy cap duren tiga
dan memang banyak dalam cerita arjuna mendapat masalah gara-gara
urusan "cewe". Sedangkan nakula dan sadewa digambarkan sebagai sosok
plin lan kurang tegas dan tidak percaya diri (kalau tidak salah...)

Walau dalam cerita asli para dewa di gambarkan sebagai makhluk super
tapi dalam cerita pewayangan para dewa seringkali di jadikan mahkluk
yang juga mempunyai sisi negatif/kelemahan. Begitu juga dengan para
tokoh kurawa walau pada dasarnya menjadi pihak yang "jahat" tapi

mereka pun digambarkan mempunyai sisi positif.

No comments:

Post a Comment